Langsung ke konten

Belanja apapun, GRATIS Biaya Layanan dan Proteksi Kerusakan Produk! Belanja sekarang

Waspadai Gejala HIV yang Paling Umum Muncul pada Wanita

Gejala awal HIV pada kulit mungkin sering terabaikan, mengingat kebanyakan perempuan tidak menganggap dirinya berisiko terinfeksi virus mematikan tersebut. Ini artinya belum banyak yang tahu soal apa saja gejala HIV pada wanita.

Waspadai Gejala HIV yang Paling Umum Muncul pada Wanita

TERLEPAS dari apakah Anda menganggap diri berisiko atau tidak, ada baiknya Anda tetap memahami apa saja gejala HIV pada wanita itu. Dengan begitu, bila muncul pertanda yang menyerupai gejala awal HIV pada kulit, penanganan segera dapat dilakukan.

Gejala HIV pada wanita

Berikut adalah gejala HIV pada wanita yang paling umum:

  • Seringnya atau parahnya infeksi vagina, seperti infeksi ragi yang kambuh-kambuhan misalnya
  • Hasil Pap-smear abnormal
  • Radang panggul (PID) yang sulit disembuhkan
  • Perubahan abnormal atau displasia (pertumbuhan sel prakanker) pada jaringan serviks
  • Muncul luka bisul di organ keintiman
  • Kutil kelamin
  • Infeksi herpes parah di jaringan mukosa

Perlu diketahui juga kalau infeksi HIV bisa jadi tidak menunjukkan gejala apapun. Dalam waktu beberapa minggu setelah infeksi, banyak yang mengalami gejala mirip flu. Meski demikian pada sebagian kasus, gejalanya baru muncul beberapa tahun kemudian. Begitu infeksinya bertambah parah, akan muncul gejala susulan seperti:

  • Bengkaknya kelenjar limfa di leher, ketiak, atau selangkangan
  • Demam yang kambuh-kambuhan, termasuk keringat dingin
  • Berat badan turun drastis tanpa alasan jelas
  • Terus-menerus merasa lelah
  • Diare dan berkurangnya nafsu makan
  • Munculnya bercak-bercak putih atau luka abnormal di mulut

Cara mencegah penularan HIV

Mengetahui bagaimana cara mencegah penularan HIV dapat menghindarkan setiap perempuan dari gejala mengkhawatirkan tadi. Nah karena HIV mudah tersebar melalui cairan tubuh, baik darah, air liur, cairan vagina maupun air mani, maka lakukan upaya pencegahan berikut:

  • Selalu gunakan jarum suntik baru atau yang sudah disterilkan
  • Hindari seks bebas, atau gunakan kondom atau dental dam

Di samping itu, Anda mungkin pernah mendengar mengenai krim atau gel yang dapat mencegah penularan HIV maupun penyakit seksual lainnya. Cara menggunakannya adalah dengan dioleskan lebih dulu ke organ keintiman sebelum berhubungan seks.

Walau terkesan menjanjikan, namun sayangnya belum ada bukti ilmiah yang menjamin keefektifan metode satu ini. Jadi tetaplah kembali pada 2 tips pencegahan tadi.

Perawatan infeksi HIV

Hingga detik ini, masih belum ada obat yang mampu menyembuhkan infeksi HIV/AIDS. Metode pengobatan terbaik adalah dengan mengombinasikan beberapa obat, misalnya terapi antiretroviral (ART) dan obat lain, seperti antijamur untuk mengatasi infeksi ragi. Cara ini dianggap paling efektif, mengingat sistem imun tubuh penderita HIV umumnya lemah sehingga mudah terserang penyakit.

Perempuan yang didiagnosa terinfeksi HIV juga perlu menjalani pemeriksaan terkait apakah dirinya menderita radang panggul atau infeksi penyakit menular seksual (PMS) lainnya.

Tak hanya itu saja, kanker serviks juga lebih rawan dan berkembang lebih cepat pada perempuan yang terinfeksi HIV. Untuk alasan inilah, penderita HIV harus melakukan Pap-smear 2 kali setahun guna memastikan kankernya terdeteksi dini sehingga dapat dirawat sesegera mungkin.

Baca juga: Kenali Tanda 5 Penyakit Menular Seksual Ini Sebelum Terlambat

Penyebaran HIV

Berikut adalah jawaban untuk beberapa pertanyaan seputar penyebaran HIV:

1. Apakah HIV berpotensi menular ke janin juga?

Kebanyakan bayi yang lahir dari ibu penderita HIV berhasil lolos dari ancaman virus tersebut. Namun survei menunjukkan, 1 dari 4 bayi terinfeksi sebelum atau selama proses persalinan atau masa menyusui. Soal ini, belum ada yang mampu memastikan kapan tepatnya momen penularan HIV ke bayi tersebut terjadi.

Selain itu, penyebaran virus juga tergantung dari kesehatan sang ibu selama kehamilan atau proses melahirkan. Contoh, jumlah virus biasanya lebih banyak selama tahap awal AIDS dibanding fase selanjutnya.

Untuk menurunkan risiko penularan ke janin, dokter biasanya meresepkan obat Retrovir (AZT) pada ibu hamil yang terinfeksi HIV. Tingkat efektivitas terapi ini semakin tinggi jika infeksinya berhasil didiagnosa sedini mungkin.

2. Bisakah HIV disebarkan melalui seks oral?

Ya, seks oral tanpa kondom lateks meningkatkan risiko paparan HIV, terutama jika ada jaringan luka seperti sariawan atau gigi berlubang. Seperti disebutkan di awal tadi, HIV mudah menular melalui cairan tubuh. Itu artinya segala bentuk hubungan intim (oral, vaginal, maupun anal) dapat menyebarkan virus bila salah satu atau kedua pasangan terinfeksi. Perlu dicatat pula bahwa cairan pra-ejakulasi bisa juga mengandung virus yang dapat dengan mudah masuk ke jaringan mukosa mulut.

Yang harus diketahui soal tes HIV

Katakanlah seseorang baru berhubungan intim dan ia khawatir kalau-kalau telah terinfeksi HIV. Nah, supaya hasil tes HIV akurat, pihak CDC menyarankan seseorang menunggu 6 minggu hingga 6 bulan lamanya, serta menggunakan pengaman jika ingin melakukan aktivitas seksual.

Sesudah itu, barulah ia diimbau menjalani tes konfirmatori. Alasannya karena tubuh perlu waktu untuk menciptakan antibodi untuk melawan paparan virus. Proses ini umumnya disebut serokonversi.

Pada dasarnya, tes HIV terdiri dari 2 jenis: reaktif dan konfirmatori. Jika tes reaktif (contoh Elisa Test) bertujuan mengindikasi ada-tidaknya antibodi dalam darah, maka tes konfirmatori (contoh Western Blot) cenderung menginformasikan status HIV-nya.

Tes reaktif sendiri bisa saja menunjukkan hasil positif palsu, terutama jika penggunanya:

  • Menderita gagal ginjal
  • Mengalami kehamilan ganda/kembar
  • Baru menerima vaksin influensa, atau gamma globulin

Sementara bila hasilnya negatif, itu artinya tidak ada antibodi HIV yang terdeteksi.

Bila tes konfirmatorinya positif, ini berarti seseorang memang terinfeksi HIV dan berpotensi menularkannya ke orang lain. Akan tetapi, ketahui pula bahwa status positif HIV belum tentu berujung pada AIDS meski hasil riset menunjukkan kecenderungan untuk itu tetaplah tinggi.

Baca juga: Haruskah Anda Tes HIV?

Risiko HIV pada kaum lesbian

HIV merupakan virus yang tak pandang bulu. Jadi meski aktivitas seksual dilakukan tanpa melibatkan pria sekalipun, transmisi HIV tetaplah dapat terjadi.

Ingat, virus ini bisa tersebar dengan mudah melalui darah, cairan vagina, atau air liur yang mungkin masuk ke organ keintiman, mulut, luka terbuka, maupun sex toys yang pernah dipakai penderita. Hati-hati!

Kembali ke blog

Tulis komentar

Ingat, komentar perlu disetujui sebelum dipublikasikan.

Produk Rekomendasi

Tutup

Artikel terkait

Your Cart

Your cart is empty