Apa itu Isoniazid?
Isoniazid adalah agen antimikroba yang bertujuan membunuh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang menjadi penyebab TBC. Isoniazid menjadi bagian penting protokol pengobatan TBC dalam fase awal dan lanjutan, serta untuk TBC laten tanpa manifestasi klinis pada penderita dengan risiko tinggi seperti anak-anak di bawah lima tahun atau pasien terinfeksi HIV.
Dosis Isoniazid
Terdapat pedoman dosis isoniazid yang harus diikuti sesuai dengan kondisi dan usia pasien:
-
Untuk TBC aktif dan TBC ekstrapulmonal:
- Dewasa: 5 mg/kgBB hingga maksimal 300 mg per hari atau 10 mg/kgBB maksimum 900 mg tiga kali seminggu.
- Anak-anak: 10–15 mg/kgBB dengan maksimum 300 mg harian.
-
Untuk TBC laten:
- Dewasa: 300 mg harian selama 6 bulan atau 5 mg/kgBB hingga 300 mg harian, atau dosis berganda 15 mg/kgBB hingga maksimal 900 mg dua kali seminggu selama 6-9 bulan.
- Anak-anak: 10 mg/kgBB sampai 300 mg harian atau 20–40 mg/kgBB maksimal 900mg dua kali seminggu selama 6-9 bulan.
Aturan Pakai Isoniazid
Pemakaian isoniazid harus sesuai dengan petunjuk medis dan informasi label. Pasien dianjurkan mengonsumsi isoniazid pada saat perut kosong, namun jika terjadi gangguan gastrointenstinal, bisa dikonsumsi bersama makanan. Penting untuk mengikuti dosis yang diberikan dan menjalani pemeriksaan fungsi hati yang teratur. Selain itu, pengonsumsian vitamin B6 juga mungkin disarankan untuk menghindari efek samping neuropati.
Efek Samping Isoniazid
Berbagai efek samping dapat muncul pascal konsumsi isoniazid, di antaranya:
- Nausea
- Muntah
- Dispepsia
- Vertigo
- Kelemahan
- Anoreksia
- Diare
Penting untuk segera konsultasi dokter jika menyadari adanya efek samping serius termasuk reaksi alergi, gejala hepatik, gangguan visi, parestesia, nyeri sendi, kejang, memar tanpa sebab, perubahan perilaku, atau tanda-tanda psikotik.
Peringatan dan Perhatian saat Pakai Isoniazid
Saat mengonsumsi isoniazid, beberapa hal yang perlu diwaspadai meliputi:
- Riwayat alergi terhadap obat.
- Riwayat penyakit kuning saat terapi Isoniazid.
- Penderita penyakit hati, ginjal, neuropati perifer, diabetes, HIV/AIDS, epilepsi, psikosis, atau alkoholisme.
- Pemakaian bersama minuman alkohol meningkatkan risiko hepatotoksisitas dan kerusakan saraf.
- Efek imunisasi dengan bakteri hidup mungkin berkurang selama terapi ini.
- Potensi interaksi dengan obat lain.
- Wajib konsultasi pada kondisi kehamilan, menyusui, atau pasca-melahirkan.
- Informasikan pada dokter terkait dengan penggunaan Isoniazid sebelum pemeriksaan glukosa urine atau operasi yang melibatkan anestesi umum.
Efek Isoniazid untuk Ibu Hamil dan Menyusui
Penggunaan isoniazid pada ibu hamil dikelompokkan dalam Kategori C, dimana belum ada cukup data pada manusia namun studi hewan menunjukkan adanya risiko pada janin. Isoniazid yang lewat ke ASI disarankan untuk tidak menghentikan menyusui namun harus berkonsultasi dengan dokter.
Interaksi Isoniazid dengan Obat Lain
Potensi interaksi isoniazid dengan obat-obatan lain meliputi:
- Meningkatnya efek samping dari antikonvulsan, benzodiazepine, chlorzoxazone, disulfiram, warfarin, clofazimine, cycloserine, dan teofilin.
- Penambahan risiko neuropati perifer bila digabung dengan stavudine.
- Interaksi berbahaya dengan paracetamol.
- Penurunan efek isoniazid ketika dikonsumsi dengan prednisolone.
- Pengurangan efektivitas levodopa, itraconazole, atau ketoconazole.
- Penurunan penyerapan isoniazid bersama antasida yang mengandung aluminium.
Makanan seperti keju, anggur merah, atau tuna perlu dihindari karena dapat meningkatkan risiko efek samping seperti hipertensi dan reaksi neurologis.