Lovers, Hati-hatilah dengan 6 Tanda Hubungan Tidak Sehat Ini!

Sudah menjadi kodratnya, manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan. Hubungan yang baik dan harmonis akan membuat kelompok manusia hidup secara seimbang dan selaras.

SEBALIKNYA, hubungan tidak sehat atau toxic relationship dapat menjadi awal dari kehancuran hubungan itu sendiri, bahkan menghancurkan kehidupan orang yang menjalani toxic relationship.

Tidak hanya hubungan lawan jenis atau hubungan pasangan suami-istri, toxic relationship bisa saja terjadi dalam berbagai bentuk hubungan.

Misalnya, seperti kakak dan adik, sesama teman atau sahabat, atau berwujud dalam bentuk KDRT atau kekerasan dalam rumah tangga.

Secara pengertian bebas, KDRT adalah jenis kekerasan yang dilakukan anggota rumah tangga dan mengakibatkan trauma fisik maupun mental. Anggota rumah tangga ini antara lain ayah, ibu, anak, asisten rumah tangga, dan sebagainya.

Jenis jenis kekerasan dalam rumah tangga juga sangat banyak. Tidak hanya memukul, mencubit atau kekerasan fisik. Menurut UU no. 23 tahun 2004, jenis jenis kekerasan dalam rumah tangga antara lain:

  • Kekerasan fisik
  • Kekerasan psikis
  • Kekerasan seksual
  • Penelantaran rumah tangga

Seperti sebuah racun, toxic relationship harus segera dihindari dan diatasi. Dengan mengenali beberapa jenis toxic relationship, diharapkan Anda bisa menghindarinya. Berikut adalah jenis toxic relationship yang umum dijumpai:

6 Tanda Hubungan Tidak Sehat

1. Melontarkan Rayuan Palsu

Pelaku toxic relationship akan mengungkapkan pujian atau dukungan untuk mengurangi "benteng" pertahanan korbannya, atau membuat korbannya mudah luluh.

Ia berusaha mendapatkan kepercayaan dan mempermainkan perasaan korbannya yang memang butuh dihargai atau dicintai.

2. Memanfaatkan Rasa Bersalah (Guilt-Tripping)

Salah satu senjata favorit pelaku toxic relationship adalah sifatnya yang manipulatif. Ia berusaha membenarkan sikapnya dengan memohon empati korban serta menyerang hati nurani.

Ia akan menempatkan korban dalam posisi seolah korban yang bersalah, sehingga korban akan merasa bersalah, ragu untuk mempertahankan haknya, khawatir akan menyakiti pasangannya, lalu akhirnya terpaksa menurut.

3. Penolakan (Denial)

Menolak untuk mengakui bahwa mereka sudah melakukan sesuatu yang berbahaya atau menyakitkan ketika mereka jelas melakukannya. Seperti guilt-trip, ini bisa membuat korban merasa bersalah dan meragukan diri sendiri.

4. Memposisikan Diri Sebagai Korban (Playing Victim)

Umumnya, pelaku toxic relationship akan mengklaim dirinya sebagai korban keadaan atau menyalahkan perilaku orang lain untuk mendapatkan simpati korban, sehingga mereka bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan.

5. Berbohong

Pelaku toxic relationship dengan sengaja menyangkal atau mengaburkan kebenaran. Entah mengarang cerita, sengaja membuat cerita fiktif, atau membuat korban merasa kehilangan arah dan bingung.  

6. Mempermalukan Korban

Pelaku toxic relationship tidak segan menggunakan kata-kata kasar atau menghina secara halus untuk meningkatkan rasa takut korban. Ia sengaja membuat korban merasa terhina, tidak mampu, tidak layak, dan tunduk kepadanya.

Solusi Menghadapi Toxic Relationship

Mempertahankan toxic relationship merupakan sebuah tantangan yang menguras tenaga, pikiran, dan waktu. Tanyakan pada diri sendiri, apakah Anda layak mempertahankan hubungan tidak sehat ini?

  • Langkah pertama untuk mengatasi toxic relationship adalah menyadari atau mengenali tanda-tanda umum di atas.
  • Pastikan untuk mengembangkan kesadaran diri yang lebih besar, dan memberdayakan diri sendiri, sehingga dapat mengubah cara Anda merespon pelaku toxic relationship.
  • Apabila toxic relationship berkembang lebih jauh, tidak ada salahnya menemui terapis atau psikiater untuk mendapatkan perawatan yang tepat.
  • Bangunlah kesadaran diri dan penuh kewaspadaan.
  • Jika Anda tersinggung secara emosional, labeli perasaan Anda. Misalnya, "bersalah," "marah," "cemas," "benci," atau "bingung." Penelitian menunjukkan bahwa pelabelan perasaan dapat mengubah cara otak memproses pengalaman pribadi.

Akhirnya, sadarilah bahwa Anda selalu mempunyai pilihan. Tanyakan kepada diri Anda sendiri, "Apa yang harus saya lakukan?" Pertimbangkan pilihannya.

Hubungi profesional atau psikiater untuk membantu melewati proses pemulihan pasca toxic relationship yang traumatis.

Selain itu, cobalah untuk menghargai perasaan dan kebutuhan Anda sendiri. Jangan mudah percaya kata-kata orang lain, karena bisa saja mereka hanya memanipulasi dan membohongi Anda.

Lain kali, jika Anda terjebak dalam toxic relationship dan Anda merasa pelaku mencoba mengendalikan hidup Anda, segera bangkit dan pertahankan batas-batas prinsip Anda.

Hargai kebutuhan Anda dan ambil kembali kendali hidup di tangan Anda sendiri.

Sumber:

Six Signs of a Toxic Relationship. https://www.psychologytoday.com/us/blog/your-personal-renaissance/201904/six-signs-toxic-relationship. Dilansir dari 23 Oktober 2019.

Kembali ke blog

Tulis komentar

Ingat, komentar perlu disetujui sebelum dipublikasikan.

Artikel terkait