Setelah menikah terkadang aktivitas seksual bisa saja memudar jika tak dijaga. Jika Anda belum mengalaminya, baiknya Anda jaga baik-baik frekuensinya, namun jika Anda sudah mengalaminya, baiknya Anda pahami kelima poin berikut agar Anda dapat menata kembali hubungan intim yang mesra dengan pasangan Anda.
TANPA disadari, kelima poin berikut adalah poin yang sangat dekat dengan kehidupan kita. Namun kita seolah mengacuhkannya begitu saja.
1. Perkembangan zaman dan masa lalu
Perkembangan zaman bisa dijadikan salah satu penyebab karena pada masa modern saat ini beragam akses dapat digunakan oleh para pria maupun wanita untuk mencari pasangan ideal. Kombinasi antara sosial media dan banyaknya aplikasi kencan adalah pengembangan dari faktor yang satu ini.
Menurut salah seorang profesor di UT Austin hal tersebut tentu sangat berbeda dengan zaman dahulu, dimana komunikasi antar manusia tak semudah yang dilakukan pada saat ini.
Selain itu, seorang asisten profesor di Birmingham Young University's School of Family Life, Willoughby, juga berpendapat bahwa pada saat ini pria dan wanita di usia 20-an kerap merasakan cemas untuk melakukan suatu kesalahan. Kesalahan yang dimaksud dalam hal ini adalah kesalahan dalam memilih pasangan yang akan menemani hidup mereka hingga akhir hayat.
Para peneliti di Willoughby menemukan bahwa kebanyakan pasangan yang belum menikah memiliki kualitas seksual yang rendah, akan mengalami komunikasi dan hubungan yang stabil selama menikah.
Alasannya: Semakin sering Anda menjalin suatu hubungan yang kerap berganti-ganti, maka bersamaan dengan itu sikap saling memahami dan komunikasi Anda dengan pasangan tak akan terbangun dengan baik.
Hal inilah yang akan mengarahkan Anda pada poin "perbandingan". Jika Anda seorang player, maka Anda akan semakin mudah membandingkan keadaan yang saat ini Anda alami dengan pengalaman Anda dengan pasangan sebelumnya." Ungkapnya.
Poin tersebut adalah salah satu faktor yang akan melunturkan kepuasan seksual dengan pasangan Anda dalam waktu yang lama. Selain pemicu tersebut, khayalan pasangan idaman layaknya yang terlihat pada banyak film porno adalah pemicu lain, yang dapat mempengaruhi hubungan pernikahan.
Sisi negatif dari tontonan tersebut adalah harapan yang terlalu berlebihan. Kebanyakan pria membayangkan bahwa para bintang porno mampu memuaskan mereka dengan cara apapun, kapanpun dan dimanapun. Kenyataan tersebut tentu jelas-jelas berbeda dengan kondisi pasangan kita yang hanya manusia biasa yang memiliki keterbatasan dari segi fisik maupun waktu.Â
Baca Juga: Buat Si Dia Memenuhi Fantasi AndaÂ
Â
2. Kehadiran anak
"Anak adalah faktor yang paling efektif meredam libido di kehidupan pasutri," ungkap Alman. Hadirnya anak tentu suatu anugerah, namun terlalu fokusnya pasangan pada kondisi anak, terkadang membuat pasangan Anda merasa tak tersentuh sama sekali.
Kehadiran hormon oxytocyn pada saat persalinan juga bisa menjadi salah satu penyebab kenapa libido dan dopamine sedikit tertekan. Selain itu, masa menyusui juga fase lain yang akan memberikan efek yang sama pada pasangan.
Dalam satu studi, Lumann mengadakan survey kepada para wanita berusia 20 tahunan seputar hasrat seksual yang mereka alami. Pada sebagian wanita yang belum memiliki anak di bawah 6 tahun, 34 persen menyatakan tidak tertarik, dan selebihnya, yang sudah memiliki anak hasilnya semakin tinggi yaitu sekitar 95%. Pada pria, fase ini mungkin bisa dianggap sebagai fase pengorbanan seksualitas pria, ungkap Alman.
Karena alasan inilah maka banyak pasutri yang menunda hadirnya anak dalam kehidupan mereka. Namun di sisi lain, saat mereka memutuskan sudah siap memiliki anak pada usia 30-40, kondisi mereka sudah tidak se-energik dulu saat mereka masih muda.
Baca Juga: Aturan Berhubungan Intim Setelah MelahirkanÂ
Â
3. Stres
Jika Anda pasutri pekerja, maka akan sulit bagi Anda dan pasangan untuk membagi waktu. Seiring berjalannya waktu, seks mungkin bukan lagi prioritas, sebuah studi di journal of Marriage dan Family melaporkan bahwa perbedaan waktu, perawatan anak, dan kondisi tubuh yang sudah tidak energik, adalah beberapa penyebab yang dapat mempengaruhi hormon pemicu libido.
Terlebih lagi pemecahan solusi stres yang kerap dilakukan oleh kebanyakan orang adalah dengan mengonsumsi obat anti depresi. Hal tersebut tentu akan semakin melemahkan aktivitas seksual, karena kandungannya dapat meredam libido dengan cara yang ekstrim. Karena dengan konsumsi yang terlampau sering, efek samping dari obat tersebut dapat menjurus ke masalah disfungsi seksual.
4. Perbandingan
Jika Anda merasa tak masalah dengan frekuensi seks yang Anda lakukan dengan pasangan, maka hiraukan poin yang satu ini. Takaran kepuasan sebuah hubungan intim adalah pada saat Anda dan pasangan merasakan bahagia dan senang.
Jadi tak usah Anda bandingkan dengan frekuensi durasi dan intensitas di dalamnya. Karena jika Anda membandingkannya dengan sebuah riset atau pengakuan seseorang, maka Anda akan terjebak dengan sudut pandang orang lain, dibandingkan dengan pengalaman seksual yang benar-benar Anda rasakan dengan pasangan Anda.
5. Tak sesuai
Tak jauh berbeda dengan poin sebelumnya, perselisihan tentang frekuensi yang dilakukan, dengan yang orang lain lakukan tentu akan menghilangkan hasrat tak hanya dalam koridor seks, namun juga akan berujung pada kadar cinta.
Yang perlu dilakukan untuk menyiasati poin yang satu ini adalah kenali lebih dalam pasangan Anda. Anda harus saling memahami satu sama lain tentang kondisi atau keadaan yang sedang mereka alami. Apakah ada persoalan anak, pekerjaan, sakit, keluarga, atau hal lain yang sedang mereka khawatirkan sehingga mulai menggeser aktivitas seksual antara Anda dan pasangan.
Karena jika hanya semata-mata membandingkan soal intensitas seks Anda dan orang lain, maka hal tersebut akan sulit dicapai.
Sebuah riset membuktikan, dalam sebuah studi di tahun 2015, Tamar Krishnamurti, Ph.D dari Carnegie Mellon University memisahkan 128 pria menikah dan wanita menikah dalam dua grup dan mengatakan ke salah satu grup untuk menambah frekuensi seks mereka dalam seminggu.
Setelah dilakukan, hasilnya cukup mencengangkan, masalah yang terjadi bukan pada frekuensinya, tapi masalah yang terjadi justru pada kadar kebahagian dan kesenangan saat mereka melakukannya.
Dalam contoh tersebut tentu dapat disimpukan bahwa, saat seks dijadikan ajang kompetisi dan hasrat kebahagiaan dinomorduakan di dalamnya, maka seks tersebut tak bisa dikatakan berhasil dilakukan.
Namun sebaliknya, jika kedua elemen tersebut dapat dilakukan dengan seimbang, maka hasilnya akan sangat terasa sempurna.Â
Baca Juga: 10 Ciri Pria Puas Berhubungan Intim dengan Anda
Â