Seksualitas wanita selalu menjadi hal yang misterius, terutama soal orgasme wanita. Tak seperti pria, tidak ada cara atau aturan yang pasti untuk membuat wanita mencapai klimaks ataupun ejakulasi. Bahkan, tidak semua wanita bisa mengalami orgasme! Penyebabnya bisa bermacam-macam, mulai dari ketidakseimbangan hormon, hormon testosteron yang rendah, penggunaan obat-obatan anti depresan, sampai faktor psikologis.
Menurut sebuah blog yang ditulis oleh Lisa Thomas, 25% wanita mengalami kesulitan orgasme atau tidak memperoleh orgasme wanita sama sekali. Nah, dalam hal ini tidak selalu pasangan pria yang salah karena tidak memberi rangsangan atau foreplay secara optimal. Ada sejumlah faktor psikologis yang dapat menghambat hasrat seksualitas wanita dan kemampuan untuk mencapai orgasme.
Berikut ini adalah 7 faktor psikis yang menyebabkan hambatan pada hasrat seksualitas wanita, sehingga menimbulkan kesulitan orgasme atau ketidakmampuan wanita dalam mencapai klimaks.
Minder terhadap tubuh sendiri
Banyak wanita yang kehilangan hasrat seksualitas karena mereka tidak percaya diri terhadap tubuhnya sendiri. Misalnya, karena ukuran payudara yang dirasa terlalu kecil, bekas luka di bagian tubuh, atau vagina yang terlalu besar. Suara batin yang kritis tentang tubuh sendiri ini sangat mengganggu perkembangan kelancaran gairah seksualitas wanita. Perasaan seperti inilah yang membuat seorang wanita tidak konsentrasi untuk menikmati seks.
Kepercayaan bahwa seks adalah tindakan buruk dan tidak bermoral
Wanita yang tumbuh dewasa dengan orang tua yang menerapkan pemahaman bahwa seks adalah tindakan yang buruk dan tidak bermoral akan hidup dengan kondisi psikis yang menghakimi bahwa seks adalah suatu hal yang tak pantas dilakukan. Selain itu, ada pula beberapa kepercayaan atau agama yang menganggap bahwa seks adalah suatu dosa besar. Pemahaman ini mungkin akan terus dianut oleh si wanita, bahkan ketika ia sudah menikah dan sah untuk melakukan seks. Ketika perempuan menganut pemahaman ini, maka mereka cenderung melihat seks sebagai sesuatu yang dilarang, memalukan, dan buruk. Perasaan bersalah akan meliputi mereka ketika melakukan hubungan seks, sehingga mereka dapat mengalami disfungsi seksual.
Takut membangkitkan kesedihan yang berusaha dilupakan
Jika wanita memiliki perasaan sedih ketika berhubungan seksual, bisa saja itu karena mereka memiliki trauma di masa lalu. Trauma tersebut mungkin berkaitan dengan masa lalunya yang pernah mengalami penolakan, perasaan tidak dicintai, kekerasan, atau tindakan asusila yang membekas di dalam pikirannya. Cara membuat wanita klimaks bagi mereka yang pernah mengalami trauma masa lalu, adalah berkonsultasi dengan psikolog dan kesabaran dari pasangannya.
Takut terhanyut ke perasaan lebih dalam
Perasaan seperti ini mungkin dialami oleh sebagian wanita yang kerap kali suka berganti-ganti pasangan. Dalam istilah masa kini, mereka takut menjadi “baper” atau terbawa perasaan setelah melakukan seks dengan pasangannya. Mereka takut mencintai dan tergantung pada pasangannya. Hampir sama dengan wanita yang memiliki trauma di masa lalunya, perempuan yang takut terhanyut ke perasaan lebih dalam ini juga memiliki alasan tersendiri untuk terikat pada suatu komitmen, umumnya adalah karena perceraian atau rumah tangga orang tuanya yang tidak harmonis.
Pernah mengalami pelecehan seksual
Trauma seperti ini adalah salah satu faktor utama mengapa kaum hawa tidak bisa memperoleh orgasme wanita. Mereka pernah mengalami pelecahan seksual atau pengalaman seksual yang tidak disukai. Mereka akan bercinta dengan pasangannya dengan perasaan sakit secara emosional. Akibatnya, tentu saja berimbas pada kualitas orgasme dan hubungan mereka terhadap pasangannya.
Takut kehilangan kontrol
Kala bercinta, mungkin Anda akan menjadi lebih agresif dan ekspresif. Akan tetapi, ada beberapa wanita yang cenderung jaim alias jaga image sehingga mereka takut kehilangan kontrol saat bercinta. Ada perasaan malu ketika ia harus mengalami orgasme di depan pasangannya. Tipe wanita yang seperti ini harus berkonsultasi kepada pakar psikologis untuk memperoleh penanganan atas ketakutannya tersebut.