Kondom merupakan alat kontrasepsi yang digunakan sebagai penghalang secara fisik untuk mencegah kehamilan dan penyakit menular seksual selama melakukan hubungan seksual. Namun ternyata sebagian orang bisa merasakan reaksi alergi saat menggunakan kondom. Apa saja jenis alerginya?
Spermicide Condom Allergy
Spermisida adalah alat kontrasepsi yang mengandung bahan kimia (nonoxynol-9) yang digunakan untuk membunuh sperma. Sebagian orang bisa mengalami reaksi alergi ketika menggunakan spermisida. Reaksi alergi bisa mulai dari yang ringan sampai parah, dengan gejala mulai dari gatal-gatal sampai terasa terbakar.
- Reaksi alergi ringan.
Baik pria maupun wanita yang menggunakan kondom dengan spermisida dapat mengalami reaksi alergi kondom yang ringan. Gejala reaksi alergi ringan meliputi ruam pada alat vital, gatal, atau iritasi. Untuk perempuan, reaksi alergi juga dapat berupa infeksi jamur atau infeksi saluran kemih. Jika Anda mengalami gejala tersebut segera hentikan penggunaan kondom dengan spermisida, dengan harapan untuk menghilangkan reaksi alergi terlebih dulu untuk sementara waktu. Namun untuk infeksi saluran kemih atau infeksi jamur dapat diobati dengan resep atau obat-obatan yang bisa didapatkan di apotik.
- Reaksi alergi berat.
Reaksi alergi ini jarang terjadi langsung pada seseorang, tapi tetap ada kemungkinan untuk mengalami reaksi alergi ini. Reaksi terebut bisa terjadi melalui paparan spermisida. Gejalanya berupa terdapat lecet di area vital, pembengkakan, iritasi yang perih dan lecet di daerah vagina maupun dubur. Hentikan segera penggunaan kondom dengan spermisida jika mengalami hal tersebut dan lakukan konsultasi dengan dokter sesegera mungkin.
- Reaksi alergi fatal.
Reaksi alergi yang paling fatal atau anaphylaxis dapat terjadi setelah terpapar bahan kimia nonoxynol-9, tapi kasus seperti ini jarang terjadi. Gejala anaphylaxis meliputi sesak pada dada, gatal, demam, pembengkakan wajah, lidah, bibir, atau tenggorokan. Kondisi seperti ini perlu mendapat penanganan medis secara cepat karena anaphylaxis dapat berkembang menjadi shock anaphylaxis, yang merupakan suatu kondisi lanjutan yang bisa berakibat fatal.
Latex Condom Allergy
Lateks adalah bahan yang fleksibel, elastis, dan itu merupakan bahan karet yang berasal dari pohon karet kemudian diproduksi secara alami menjadi lateks. Lateks hanya bisa dibuat dari pohon karet yang berumur setidaknya mencapai enam tahun. Lateks biasanya menjadi bahan dasar dalam pembuatan kondom, balon, karet gelang, sarung tangan, mainan tertentu, masker, peralatan medis, dll.
Seseorang dengan alergi lateks juga bisa alergi terhadap makanan tertentu. Makanan-makanan berikut dapat memicu reaksi seperti alergi lateks karena protein yang terkandung di dalamnya akan dianggap seperti protein lateks oleh sistem kekebalan tubuh ketika masuk ke dalam tubuh: pisang, kiwi, peach, anggur, seledri, papaya, tomat, alpukat, melon, kentang, gandum, nanas, dll. Kondisi demikian membuat alergi lateks berisiko tinggi berkembang di dalam tubuh.
- Jenis alergi kondom lateks.
Terdapat dua jenis alergi yang disebabkan oleh penggunaan lateks. Reaksi langsung atau Type I allergy dapat menyebabkan anaphylaxis. Reaksi ini ditandai dengan penurunan tekanan darah seseorang secara mendadak, yang kemudian membuat seseorang kehilangan kesadaran. Jenis alergi lainnya yaitu Type IV allergy. Mayoritas reaksi alergi seseorang pada jenis ini muncul sebagai dermatitis, yang umumnya sama seperti ruam kulit maupun gatal-gatal.
- Gejala alergi kondom lateks.
Reaksi tubuh terhadap lateks dapat terjadi karena kontak langsung atau menghirup partikel lateks. Gejala bisa bervariasi dari yang ringan sampai berat sesuai dengan jenis reaksi yang dialami. Semakin lama terpapar lateks akan membuat tubuh merasakan gejala-gejala berikut ini:
- Urticaria atau ruam kulit / gatal-gatal
- Batuk
- Mata berair
- Bersin
- Pilek
Selain gejala di atas, tubuh juga bisa mengalami reaksi anaphylaxis yang terdiri dari gejala-gejala ini:
- Dada sesak
- Sesak napas
- Pusing
- Tekanan darah rendah
- Mual dan muntah
- Solusi atas alergi kondom lateks.
Cara terbaik untuk menghindari reaksi alergi terhadap lateks adalah dengan menjauhkan diri dari allergen atau pemicu reaksi alergi. Selain itu alergi terhadap lateks dapat diobati menggunakan obat-obatan seperti corticosteroids, antihistamines, dan suntikan epinefrin. Epinefrin umumnya diberikan untuk reaksi hipersensitif atau anaphylaxis.
Orang dengan alergi lateks dapat menggunakan kondom yang tidak terbuat dari lateks seperti kondom sintetis yang terbuat dari poliuretan, atau kondom membran alami yang terbuat dari usus hewani. Namun kedua jenis kondom tersebut memiliki risiko tersendiri. Kondom membran alami tidak sepenuhnya memberikan perlindungan terhadap penyakit menular seksual, dan kondom sintetis cukup sering selip dan memiliki tingkat kerusakan lebih tinggi daripada kondom lateks. Â
Â